(Oleh: Ghazali Abbas Adan)
Dinul Islam bermakna aturan (sistem) hidup sesuai dengan Islam. Dan apabila disebut aturan hidup, maka ia mencakup berbagai aspek profesi dalam hidup dan kehidupan di dunia yang harus sesuai dengan sistem Islam. Termasuk ihwal mencari nafkah dan kekayaan.
Berkaitan dengan berita media massa beberapa hari belakangan ini tentang makanan berformalin, boraks dan dan bahan yang mengancam kesehatan konsumen, dan saya menyebutnya makanan beracun, sejatinya praktik haram ini tidak akan terjadi apabila sipedagang makanan/jajanan itu dalam melaksanakan profesi dagangnya itu berpegang teguh pada dinul Islam. Sebab memasukkan formalin, boraks dan unsur apapun yang membahayakan hidup konsumen jelas bertentangan dengan dinul Islam.
Oleh karena itu Balai Besar Pemeriksaan Obat dan Makanan (BBPOM) harus lebih mengintensifkan dan terus menerus melakukan kontrol terhadap janis-jenis makanan yang kerap dimasukkan “racun” oleh pabrikan dan pedagang. Ini berarti BBPOM sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) nya juga pro-aktif menegakkan dinul Islam di Aceh.
Apalagi Gubernur sendiri sebagai ulil amri seperti diberitakan media massa sudah menunjukkan perhatian dan memerintahkan BBPOM untuk memeriksa ikan berformalin dan menyerukannya untuk memeriksa seluruh produk makanan dan minuman lokal maupun luar yang beredar di Aceh. Tidak terkecuali ikan segar hasil tangkapan nelayan dan ikan asin sebagai produk olahan.
Kepada para pengusaha pabrikan dan pedagang kita harapkan jangan mencari keuntungan dengan meracuni manusia. Yakinlah, kendati konsumen tidak mengetahui produk dan/atau makanan yang anda jual itu mengandung racun, tetapi anda tidak bisa lolos dari pantauan Allah Rabbul Jalil. Anda bisa lolos dari hukuman di dunia, tetapi di akhirat kelak harus anda pertanggungjawabkannya.
Kepada aparat negara terkait juga harus menunjukkan sikap tegas terhadap siapapun, dari hulu ke hilir yang menebar racun melalui makanan kepada rakyat. Demi kemaslahatan rakyat banyak, setelah diberi peringatan, namun tetap membandel, sita lapak, cabut izin usaha dan sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku seret ke depan pengadilan siapapun yang melanggar dinul Islam dan aturan negara karena meracuni rakyat ketika mencari nafkah dan kekayaan. Ini merupakan tugas dan cara konstitusional menyelamatkan rakyat dari makanan beracun, juga sekaligus menyelamatkan pelakunya dari azab neraka di akhirat kelak.
[Penulis adalah Anggota Majlis Syura Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Aceh]
No comments:
Post a Comment