* Rata-rata warga Simeulue mendalami ilmu besi secara turun temurun yang diwariskan orang tua kepada anaknya sendiri,
"Semua benda yang tajam itu sama termasuk peluru, jadi tidak perlu ragu, hanya saja tingkatan ilmu kebalnya sejauh mana didalaminya", ungkap Basiruddin.
Foto : Pementasan seni debus di Simeulue
Simeuleu - Sejumlah pria dewasa, dengan peralatan rapai dan benda tajam dan rantai, duduk melingkar di salah satu halaman rumah warga Simeulue, yang sedang melangsungkan hajatan
Dikerumumi ratusan penonton pria dan wanita, anak-anak hingga lanjut usia, tanpa merasa takut dan kengerian menyaksikan atraksi kesenian ilmu kebal, yang sering disebut seni debus.
Sesaat kemudian, rapai mulai ditabuh secara perlahan dan makin lama, semakin kencang, dengan lantunan seperti hikayat heroik bernuansa Islam, dalam bahasa Aceh.
Salah seorang pria dewasa, tampil ke depan, tak lupa menyalami para penabuh rapai, langsung memilih dan meraup sejumlah benda tajam. Dengan khusyuk dia menatap benda tajam terbuat dari besi, bisa mengoyak kulit, daging dan menebus tulang.
Beberapa detik kemudian, benda tajam itu dengan kekuatan penuh dan konsentrasi langsung dihujamkan sekuat tanaga pada lengan tangan, paha dan pada bagian tubuh lainnya.
Seni debus, (dabui, bahasa lokal Simeulue-red), dipergunakan pada saat acara-acara resmi atau acara perhelatan adat istiadat dalam gampong di kabupaten Simeulue.
Debus atau ilmu kebal, atau sering disebut ilmu besi sudah digunakan sejak zaman revolusi fisik kemerdekaan, saat menghadapi penjajahan Belanda dan Jepang, yang pernah singgah di pulau Simuelue.
Sesorang yang memiliki ilmu kebal tidak mudah dan gampang memperlihatkan kemampuannya. Hal itu diungkapkan Sabil, 55 tahun, warga Kota Sinabang, yang mampu menahan dan kebal terhadap rantai gergaji mesin (chainsaw) yang sedang hidup.
No comments:
Post a Comment