Monday, June 10, 2013

Qanun WN Langgar UUPA Serta Terlalu Otoriter Jadi Anggarannya Di Tahan (Stop), Jadi Tidak Boleh Di Cairkan

Mendagri: Qanun WN Langgar UUPA Serta Terlalu Otoriter Jadi Anggarannya Di Tahan (Stop), Jadi Tidak Boleh Di Cairkan

* Prof Djehermansyah Djohan mengatakan, Wali Nanggroe belum bisa berfungsi apabila belum ada lembaganya. “Uangnya baru bisa dicairkan kalau sudah ada lembaga, dan lembaga tersebut harus sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan UUPA Aceh,” kata Prof Djoehermansyah.

JAKARTA - Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe (LWN) dinilai banyak melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau UUPA. Kewenangan QLWN juga melebihi kewenangan yang diberikan UUPA.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi meminta kepada Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah berkoordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk menyesuaikan substansi qanun tersebut dengan ketentuan perundang-undangan lebih tinggi.

Hasil klarifikasi yang dilakukan Tim Kemendagri bersama dengan kementerian dan lembaga nonkementerian terkait, menyebutkan terdapat 19 butir klarifikasi yang harus disesuaikan yang sebagian besar justru melanggar UUPA.

Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Prof Djoehermansyah Djohan yang ditanyai Serambi, Jumat (7/6) malam di Jakarta mengatakan, Lembaga WN yang diatur dalam qanun tersebut terlalu gemuk dan berpotensi memboroskan anggaran rakyat. Hal lain yang dilanggar adalah duplikasi tugas dan fungsi lembaga.

Di antara pasal-pasal qanun yang minta dihapus adalah Pasal 1 angka 1 dan disesuaikan dengan Pasal 1 angka 2 UUPA; Pasal 1 angka 4 dan disesuaikan dengan Pasal 1 angka 17 UUPA; Pasal 1 angka 7 dan disesuaikan dengan Pasal 1 angka 10 UUPA; Pasal 1 angka 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, dan angka 19, karena tidak diamanatkan pembentukannya oleh UUPA dan bertentangan dan duplikasi tugas dan fungsi dengan lembaga adat sebagaimana diatur Pasal 98 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUPA.

Duplikasi tugas dan fungsi juga terdapat pada Pasal 5 sampai Pasal 16 qanun dan karenanya diminta Mendagri untuk dihapus.

Dalam pertemuan perudingan Qanun Bendera, menurut Prof Djoehermansyah, pemerintah pusat selalu mengingatkan tentang perbaikan Qanun Lembaga WN.

“Pejabat dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi selalu mengingatkan soal Qanun Lembaga Wali Nanggroe tersebut, tapi tampaknya belum ada follow-up,” kata Dirjen Otda.

Ia mengatakan, klarifikasi terhadap QLWN terlambat dilakukan, karena naskah qanun tersebut terlambat dikirimkan ke Kemendagri.

“Lama setelah diputuskan di DPRA baru kita terima. Beda dengan Qanun Bendera dan Lambang Aceh yang langsung diberikan beberapa waktu setelah disahkan DPRA,” demikian Prof Djohermansyah.

No comments:

Post a Comment