Friday, May 24, 2013

Untuk Polisi Berlaku Hukum Sipil, Jadi Tidak Ada Pembedaan Kapasitas Hukum Walaupun Anggota Kepolisian Melanggar Syariat Islam.

- Ungkap Prof Dr Syahrizal Abbas MA, Kepala Dinas Syariat Islam Aceh

- Kapolres Sabang " Tidak ada sedikit pun terbesit di hati saya untuk melindungi anak buah yang bersalah. Kami juga tidak menentang pelaksanaan hukuman cambuk tersebut. Sepenuhnya kita dukung. Tapi ya seluruh unsur formalitasnya harus dipenuhi.

* AKBP Chomariasih SH, Kapolres Kota Sabang.

Banda Aceh - Seharusnya insiden seperti itu tidak perlu terjadi. Ini suatu hal yang tidak baik bagi masyarakat. Kita perlu ingat bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Qanun Aceh menganut asas personalitas keislaman. Artinya, sanksi Islam berlaku bagi pelanggar qanun syariat Islam yang tinggal di Aceh. Hukum diberlakukan kepada pribadi-pribadi yang melanggar dan sudah cukup bukti berdasarkan putusan mahkamah.

Kepolisian itu sifatnya sipil, sehingga berlaku baginya hukum sipil. Institusi kepolisian tidak boleh menggunakan hukum sendiri terhadap anggotanya yang melanggar qanun syariat Islam di Aceh, karena mereka sudah ditempatkan dalam kategori aparatur sipil.

Ketentuan yang diberlakukan pada mereka adalah aturan yang berlaku di lingkungan sipil, bukan militer. Jadi, kalaupun ada hukum yang diterapkan di internal mereka itu hanyalah berupa sanksi administratif dari kepolisian, tetapi dalam konteks umum, polisi itu adalah sipil. Papar Profesor Dari Kampus IAIN Ar Raniry Ini


Kami Sangat Mendukung Syariat Islam Di Aceh (Kapolres Sabang)

Sebetulnya tidak ada masalah. Kita mendukung sepenuhnya pelaksanaan syariat Islam di Aceh, termasuk pelaksanaan hukuman cambuk terhadap pelanggar Qanun Maisir (Judi).

Cuma, dalam pelaksanaan hukuman cambuk, perlu senantiasa diperhitungkan aspek ketertiban dan keamanannya. Cobalah bayangkan, eksekusi cambuk itu dilaksanakan di depan umum. Ramai orang yang hadir. Di antaranya ada keluarga tervonis.

No comments:

Post a Comment