Dalam 10 Tahun Terakhir(2002-2012), Mendagri Batalkan 45 Qanun dari Aceh, Akibat Tidak Libatkan Staf Ahli Dalam Penyusunan Draf Qanun
Foto : Aksi Santri Se Aceh Yang Menuntut Di Sahkannya Qanun Jinayah
“Saran saya, libatkan Tim Penyusunan dan Perancangan Perundang-undangan yang ada di Kanwil Kemenkumkan Aceh untuk menghindari produk qanun Kita Dari Aceh ditolak atau dibatalkan oleh Mendagri,” Ungkap Suwandi SH MH, Direktur Fasilitasi Perancangan Perda pada Direktorat Jenderal Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM
BANDA ACEH - Dalam sepuluh tahun terakhir, seiring dengan pemberlakuan otonomi daerah, banyak provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia menghasilkan peraturan daerah (perda)/qanun yang bertentangan dengan peraturan di atasnya atau peraturan yang sederajat. Alhasil, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) membatalkan sedikitnya 3.400 perda dalam periode 2002-2012. Di antara yang dibatalkan itu 45 qanun berasal dari Aceh.
Hal itu diungkapkan Suwandi SH MH, Direktur Fasilitasi Perancangan Perda pada Direktorat Jenderal Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM saat berkunjung ke ruang kerja Kakakanwil Kementerian Hukum dan Aceh, Dr Yatiman Edy SH MHum, Senin (20/5) siang.
Kedatangan Suwandi ke Aceh dalam rangka presentasi bimbingan teknik (bimtek) penyusunan perda yang akan dilaksanakan di Hotel Sulthan Banda Aceh, Rabu (22/5) besok.
Menurut Suwandi yang sebelumnya bertugas di Kakanwil Kemenkumham Aceh, mayoritas qanun dari Aceh yang dibatalkan itu adalah qanun yang mengatur tentang retribusi dan pajak. “Pada awal berlaku Otda, periode 2000-2009, banyak daerah yang menyusun perda/qanun yang tujuannya untuk mengatrol PAD. Tapi kenyataannya terpaksa dibatalkan Mendagri, karena bertabrakan dengan aturan yang lebih tinggi,” kata Suwandi.
Ia berharap, hal itu tidak terjadi lagi di Indonesia, khususnya di Aceh. Untuk itulah diperlukan bimtek penyusunan perda, di samping upaya sinkronisasi dan harmonisasi perda/qanun dengan peraturan di atasnya atau sederajat.
No comments:
Post a Comment