1 Qanun Menghabiskan Biaya Rp. 400 Juta, Di Kali 45 Qanun Yang Telah Di Coret Mendagri ( Rp. 18 Milyar ), Jadi DPRA Harus Efektif Dalam Membahas Qanun (PERDA) Di Aceh
- Ungkap Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh, Dr Yatiman Edy SH MHum
Foto : Konvoi Bendera Bulan Bintang Yang Saat Ini Qanun Bendera Aceh No. 3 Tahun 2013 Sedang Dalam Di Bahas Mendagri & Pemerintah Aceh
Banda Aceh - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh, Dr Yatiman Edy SH MHum sangat menyayangkan sebanyak 45 qanun dari Aceh dibatalkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dalam kurun 2002-2010, karena berbagai sebab. Ia menilai, hal itu sebagai perbuatan mubazir dan pemborosan anggaran, waktu, dan tenaga oleh legislatif dan pemerintah setempat.
Yatiman mengkalkulasi, pembuatan sebuah qanun, mulai dari tahap perancangan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, sampai sosialisasi, biasanya menelan biaya Rp 300 juta-Rp 400 juta. “Nah, kalau diasumsikan satu qanun yang dibatalkan Mendagri itu biaya perancangannya 400 juta rupiah dikalikan 45 qanun, berarti sekitar 18 miliar rupiah uang Aceh terbuang sia-sia, karena qanun yang dihasilkan tidak memenuhi syarat pembentukan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.
Ke depan, agar anggaran, waktu, tenaga, dan pikiran tidak terbuang sia-sia, Yatiman mengingatkan supaya pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi harus melibatkan Tim Penyusunan dan Perancangan (Suncang) Qanun yang ada di Kanwil Kemenkumkan Aceh.
Tim yang sudah dibentuk atas perintah UU Nomor 12 Tahun 2011 itu diketuai Kakanwil Kemenkumham Aceh, sekretarisnya Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kakanwil Kemenkumham Aceh. Sedangkan anggotanya sejumlah akademisi di daerah, diperkuat oleh Direktur Fasilitasi Perancangan Perda Direktorat Jenderal Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Suwandi SH MH; Direktur Perancangan UU Pocut Elliza SH MH, dan Direktur Litigasi Dirjen Perundang-undangan, Agus Heriadi SH MH.
Yatiman menargetkan, apabila pembahasan rancangan qanun di Aceh sejak awal melibatkan Tim Suncang, maka sinkronisasi dan harmonisasi antarproduk hukum (baik di tingkat lokal maupun nasional) niscaya akan terjaga rapi. “Ini antisipasi kita agar qanun yang dihasilkan Aceh tidak lagi dibatalkan Mendagri, sehingga semua energi dan dana yang kita curahkan tidak sia-sia,” kata Yatiman.
No comments:
Post a Comment