Hip Burger Aceh Sukses Besar, Tahapan Selanjutnya Ekspansi Bisnis Ke Yogyakarta
- Pendapatan rata-rata harian Hip Burger sekarang meningkat. “Untuk sekarang, rata-rata pendapatan harian antara Rp3 hingga Rp4 juta,” ujar Zulfikar
Banda Aceh - Tiga bangunan beratap rumbia dengan formasi U menghadap badan Jalan Panglima Nyak Makam, Banda Aceh. Di sudut kiri, bangunan berisi rak burger diisi dua karyawan. Bangunan satu lagi berada di sudut kanan pintu masuk. Di sini tempat pembeli menikmati pesanan.
Beratap daun rumbia, ketiga bangunan kafe Hip Burger tampak sebagai paduan dari dua gaya bangunan. Gaya rumoh Aceh dengan bentuk atap dan bahannya, ditambah dinding penyekat bangunan utama ala bangunan tradisional Jepang, dipadu lantai ubin warna krem. Kenyamanan kafe Hip Burger kian bertambah dengan beberapa jenis bunga yang tumbuh dalam pot-pot besar.
Senin pekan lalu, saat The Atjeh Times memasuki kafe Hip Burger, Cici salah satu karyawan, sedang duduk santai di balik meja kasir sambil membaca novel Mushashi karya Eiji Yoshikawa. Di atas meja, tak jauh dari tempatnya duduk, terdapat seperangkat mesin peracik kopi.
“Bapak sedang keluar kota. Cuma manajer yang ada di sini,” ujar Cici ketika The Atjeh Times menanyakan pemilik kafe burger tertua di Banda Aceh ini. Tak lama, seorang lelaki keluar dari belakang. Sambil tersenyum ramah, pria muda ini berujar, “Saya Zulfikar, manajer di sini. Maaf, Bang Novan pemilik Hip Burger ini sedang ke Jogja,” ujar Zulfikar. Dia bekerja sejak tahun 2001 di kafe itu.
Pemilik Hip Burger bernama lengkap Novaldin Ali Hasani. Menurut Joel, sapaan akrab Zulfikar, Novaldin membuka usaha jualan burger pertama sekali pada 2000. Waktu itu, kuliner burger yang digagasnya adalah usaha sampingan Novan yang sedang mengelola studio musik di kawasan Jeulingke.
Waktu itu, Novan banyak mengalami pengalaman pahit dalam mengelola usaha barunya, baik masalah modal maupun masalah tempat jualan. Namun berkat ketekunan dan keseriusannya, pada 2002 ia mampu membuka cabang usahanya di seputaran Simpang Lima Banda Aceh. “Saat itu, saya baru setahun masuk menjadi karyawan Hip Burger. Saya bisa dikatakan sebagai karyawan angkatan kedua di Hip Burger ini,” ujar Joel.
Usai tsunami, Novan bersama beberapa karyawannya kembali membuka Hip Burger. Gerobak burger di Lampriek yang dulunya rusak ketika tsunami, diperbaiki dan dipindahkan ke Beurawe. Namun, Hip Burger di kawasan Simpang Lima tetap dibuka. Setelah dari Beurawe, Hip Burger pindah ke Jalan Panglima Nyak Makam, Lampineung.
Menurut Joel, HIP Burger bisa bertahan karena dikelola secara profesional dan pelayanan yang baik terhadap pelanggan. Rasa burgernya selalu diprioritaskan. Daging giling untuk burger bahkan diracik sendiri. Begitu juga dengan bahan lain, seperti saus dan roti. Hip Burger membuat kemasan berlabel nama usahanya yang dicetak khusus di Medan.
Setelah pindah ke tempat baru, Hip Burger terus mengembangkan sayapnya hingga menjadi salah satu tempat kuliner favorit di Banda Aceh. Tidak mengandalkan burger saja dalam daftar menunya, Hip juga menerima pesanan makanan dan minuman. Khusus minuman, sejak 2011, Hip Burger telah menyediakan racikan kopi Gayo sebagai menu minuman andalannya.
Hip Burger kini tak hanya fokus di Banda Aceh. Akhir bulan ini Hip Burger akan mencoba bersaing dengan pasar kuliner di Yogyakarta. “Bang Novan sedang di Yogya sebenarnya. Di sana kita sudah punya tempat untuk membuka cabang Hip Burger, dan rencananya akhir bulan Mei ini Hip Burger cabang Yogyakarta resmi dibuka,” ujar Joel.
Mengapa memilih Jogja? Menurut Joel, faktor ini tak lebih karena kepopuleran kopi Gayo. Hip Burger, kata dia, melihat ada pangsa pasar kopi Gayo di sana. Sementara burger, menjadi pelengkap usaha
- Pendapatan rata-rata harian Hip Burger sekarang meningkat. “Untuk sekarang, rata-rata pendapatan harian antara Rp3 hingga Rp4 juta,” ujar Zulfikar
Banda Aceh - Tiga bangunan beratap rumbia dengan formasi U menghadap badan Jalan Panglima Nyak Makam, Banda Aceh. Di sudut kiri, bangunan berisi rak burger diisi dua karyawan. Bangunan satu lagi berada di sudut kanan pintu masuk. Di sini tempat pembeli menikmati pesanan.
Beratap daun rumbia, ketiga bangunan kafe Hip Burger tampak sebagai paduan dari dua gaya bangunan. Gaya rumoh Aceh dengan bentuk atap dan bahannya, ditambah dinding penyekat bangunan utama ala bangunan tradisional Jepang, dipadu lantai ubin warna krem. Kenyamanan kafe Hip Burger kian bertambah dengan beberapa jenis bunga yang tumbuh dalam pot-pot besar.
Senin pekan lalu, saat The Atjeh Times memasuki kafe Hip Burger, Cici salah satu karyawan, sedang duduk santai di balik meja kasir sambil membaca novel Mushashi karya Eiji Yoshikawa. Di atas meja, tak jauh dari tempatnya duduk, terdapat seperangkat mesin peracik kopi.
“Bapak sedang keluar kota. Cuma manajer yang ada di sini,” ujar Cici ketika The Atjeh Times menanyakan pemilik kafe burger tertua di Banda Aceh ini. Tak lama, seorang lelaki keluar dari belakang. Sambil tersenyum ramah, pria muda ini berujar, “Saya Zulfikar, manajer di sini. Maaf, Bang Novan pemilik Hip Burger ini sedang ke Jogja,” ujar Zulfikar. Dia bekerja sejak tahun 2001 di kafe itu.
Pemilik Hip Burger bernama lengkap Novaldin Ali Hasani. Menurut Joel, sapaan akrab Zulfikar, Novaldin membuka usaha jualan burger pertama sekali pada 2000. Waktu itu, kuliner burger yang digagasnya adalah usaha sampingan Novan yang sedang mengelola studio musik di kawasan Jeulingke.
Waktu itu, Novan banyak mengalami pengalaman pahit dalam mengelola usaha barunya, baik masalah modal maupun masalah tempat jualan. Namun berkat ketekunan dan keseriusannya, pada 2002 ia mampu membuka cabang usahanya di seputaran Simpang Lima Banda Aceh. “Saat itu, saya baru setahun masuk menjadi karyawan Hip Burger. Saya bisa dikatakan sebagai karyawan angkatan kedua di Hip Burger ini,” ujar Joel.
Usai tsunami, Novan bersama beberapa karyawannya kembali membuka Hip Burger. Gerobak burger di Lampriek yang dulunya rusak ketika tsunami, diperbaiki dan dipindahkan ke Beurawe. Namun, Hip Burger di kawasan Simpang Lima tetap dibuka. Setelah dari Beurawe, Hip Burger pindah ke Jalan Panglima Nyak Makam, Lampineung.
Menurut Joel, HIP Burger bisa bertahan karena dikelola secara profesional dan pelayanan yang baik terhadap pelanggan. Rasa burgernya selalu diprioritaskan. Daging giling untuk burger bahkan diracik sendiri. Begitu juga dengan bahan lain, seperti saus dan roti. Hip Burger membuat kemasan berlabel nama usahanya yang dicetak khusus di Medan.
Setelah pindah ke tempat baru, Hip Burger terus mengembangkan sayapnya hingga menjadi salah satu tempat kuliner favorit di Banda Aceh. Tidak mengandalkan burger saja dalam daftar menunya, Hip juga menerima pesanan makanan dan minuman. Khusus minuman, sejak 2011, Hip Burger telah menyediakan racikan kopi Gayo sebagai menu minuman andalannya.
Hip Burger kini tak hanya fokus di Banda Aceh. Akhir bulan ini Hip Burger akan mencoba bersaing dengan pasar kuliner di Yogyakarta. “Bang Novan sedang di Yogya sebenarnya. Di sana kita sudah punya tempat untuk membuka cabang Hip Burger, dan rencananya akhir bulan Mei ini Hip Burger cabang Yogyakarta resmi dibuka,” ujar Joel.
Mengapa memilih Jogja? Menurut Joel, faktor ini tak lebih karena kepopuleran kopi Gayo. Hip Burger, kata dia, melihat ada pangsa pasar kopi Gayo di sana. Sementara burger, menjadi pelengkap usaha
No comments:
Post a Comment