Bahasa Aceh Terancam Punah, Berikut Ini Tiga Hal Yang Menyebabkan Bahasa Aceh Akan Hilang :
1. Karena Banyak Masyarakat Aceh Yang Gemar Menggunakan Bahasa Indonesia Dalam Sehari-hari
2. Pemerintah Aceh Tidak Mewajibkan Pelajaran Bahasa Daerah (Aceh) Ke Dalam Kurikulum Pendidikan Sekolah (SD/MI,SMP/MTS,SMA/MA)
3. Masyarakat Aceh Yang Malu Berbahasa Aceh Dan Tidak Peduli Dengan Bahasa Endatu (Nenek Moyang)
BAHASA menunjukkan identitas suatu bangsa. Dengan bahasa komunikasi dapat terjadi dan hubungan pun terjalin dengan baik. Bahasa akan punah jika sang penuturnya tidak mau lagi menggunakan bahasa tersebut.
Inilah yang sekarang terjadi di kehidupan kita. Keengganan masyarakat Aceh dalam menggunakan bahasa Aceh dikhawatirkan akan hilangnya bahasa ini di permukaan bumi Aceh.
Masyarakat Aceh khususnya para remaja saat ini lebih sering menggunakan bahasa Indonesia ketimbang bahasa Aceh sendiri, padahal mereka sama-sama mengerti bahasa Aceh.
Berbicara mengenai bahasa, ini merupakan sebuah skill yang apabila sering digunakan, kita akan lebih mahir menggunakannya. Namun apabila bahasa ini jarang digunakan, kita akan lupa satu per satu dari penggalan bahasa tersebut. Bukti nyata yang dapat kita lihat saat ini banyak penggalan bahasa Aceh yang tidak pernah kita dengar lagi atau penggunaannya diganti dengan bahasa Indonesia.
Contohnya dari sekian banyak kata yang mulai hilang seperti kata ‘camca’ (artinya sendok) sekarang sudah banyak yang langsung mengatakannya dalam bahasa Indonesia “sendok” dan boh limo juga terkena pengaruh bahasa Indonesia banyak yang langsung menyebutnya dengan “boh jeruk”. Begitu juga dengan kata ‘kakôh’ (artinya jamban) dan ‘geutangen’ (artinya sepeda).
Pengaruh lainnya berupa dialek dan intonasi bahasa Aceh. Banyak masyarakat Aceh sekarang yang menggunakan bahasa Aceh dalam intonasi rendah, seperti kata ‘ureueng’ (orang) intonasinya lebih mendalam, banyak yang mengatakan dengan kata ‘ureung’ yang intonasinya lebih dangkal, kata ‘keubeue’ (kerbau) juga demikian, dan sebagainya.
Ketika anak-anak mereka masuk sekolah, bahasa selanjutnya yang dipelajari ialah bahasa Indonesia. Ini karena kurikulum sekolah mewajibkan siswa untuk bisa berbahasa Indonesia dan mata pelajaran Bahasa Indonesia pun terdapat dari tingkat dasar hingga sekolah atas.
Adapun untuk Bahasa Aceh sangat sedikit disinggung dan bahkan terkadang pelajaran Bahasa Aceh merupakan mata pelajaran muatan lokal atau istilahnya mata pelajaran tambahan. Biasanya hanya terdapat di sekolah dasar saja, sedangkan untuk sekolah lanjutan berikutnya mata pelajaran Bahasa Aceh tidak ada lagi.
Seiring berjalannya waktu, tampaknya minat masyarakat Aceh dalam menggunakan bahasa Aceh semakin berkurang. Perhatiannya pun untuk memelihara bahasa Aceh juga berkurang. Bahkan ketika ada orang yang berbicara bahasa Aceh dengan logat asli Aceh, atau yang disebut dengan meukeulidoe malah menjadi bahan tertawaan.
Akibatnya banyak yang malu untuk menampakkan keaslian Acehnya sehingga muncullah Aceh jadi-jadian, yaitu orang yang bisa bahasa Aceh, tapi logatnya telah diubah menjadi logat bahasa Indonesia.
Lebih jelasnya lagi terlihat pada masyarakat di perkotaan, bahkan sekarang lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan bahasa Aceh. Para orang tua pun tidak lagi mengajarkan bahasa Aceh kepada anak-anak mereka sehingga anak-anak Aceh merasa asing dengan bahasa mereka sendiri.
Apa jadinya Aceh ini ke depan? Lama-kelamaan bahasa Aceh hanya tinggal nama dan tidak ada yang tahu bagaimana bahasa Aceh itu sebenarnya.
Kita sebagai masyarakat Aceh harusnya berbangga hati dengan bahasa yang kita punya karena bahasa Aceh adalah suatu yang unik. Kita memang tinggal di negara Indonesia, tetapi mempunyai budaya dan ciri khas tersendiri. Keberagaman inilah yang membuat kita terlihat semakin unik.
Semoga dengan tulisan ini, kita bisa menyadari betapa pentingnya menjaga bahasa karena dengan bahasalah kita mengetahui identitas suatu bangsa. Penulis berharap kita masyarakat Aceh tidak malu lagi menggunakan bahasa Aceh dan yang belum bisa bahasa Aceh agar segera belajar, termasuk saya sendiri yang sedang belajar berbahasa Aceh.
Oleh :
YELLI SUSTARINA Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
1. Karena Banyak Masyarakat Aceh Yang Gemar Menggunakan Bahasa Indonesia Dalam Sehari-hari
2. Pemerintah Aceh Tidak Mewajibkan Pelajaran Bahasa Daerah (Aceh) Ke Dalam Kurikulum Pendidikan Sekolah (SD/MI,SMP/MTS,SMA/MA)
3. Masyarakat Aceh Yang Malu Berbahasa Aceh Dan Tidak Peduli Dengan Bahasa Endatu (Nenek Moyang)
BAHASA menunjukkan identitas suatu bangsa. Dengan bahasa komunikasi dapat terjadi dan hubungan pun terjalin dengan baik. Bahasa akan punah jika sang penuturnya tidak mau lagi menggunakan bahasa tersebut.
Inilah yang sekarang terjadi di kehidupan kita. Keengganan masyarakat Aceh dalam menggunakan bahasa Aceh dikhawatirkan akan hilangnya bahasa ini di permukaan bumi Aceh.
Masyarakat Aceh khususnya para remaja saat ini lebih sering menggunakan bahasa Indonesia ketimbang bahasa Aceh sendiri, padahal mereka sama-sama mengerti bahasa Aceh.
Berbicara mengenai bahasa, ini merupakan sebuah skill yang apabila sering digunakan, kita akan lebih mahir menggunakannya. Namun apabila bahasa ini jarang digunakan, kita akan lupa satu per satu dari penggalan bahasa tersebut. Bukti nyata yang dapat kita lihat saat ini banyak penggalan bahasa Aceh yang tidak pernah kita dengar lagi atau penggunaannya diganti dengan bahasa Indonesia.
Contohnya dari sekian banyak kata yang mulai hilang seperti kata ‘camca’ (artinya sendok) sekarang sudah banyak yang langsung mengatakannya dalam bahasa Indonesia “sendok” dan boh limo juga terkena pengaruh bahasa Indonesia banyak yang langsung menyebutnya dengan “boh jeruk”. Begitu juga dengan kata ‘kakôh’ (artinya jamban) dan ‘geutangen’ (artinya sepeda).
Pengaruh lainnya berupa dialek dan intonasi bahasa Aceh. Banyak masyarakat Aceh sekarang yang menggunakan bahasa Aceh dalam intonasi rendah, seperti kata ‘ureueng’ (orang) intonasinya lebih mendalam, banyak yang mengatakan dengan kata ‘ureung’ yang intonasinya lebih dangkal, kata ‘keubeue’ (kerbau) juga demikian, dan sebagainya.
Ketika anak-anak mereka masuk sekolah, bahasa selanjutnya yang dipelajari ialah bahasa Indonesia. Ini karena kurikulum sekolah mewajibkan siswa untuk bisa berbahasa Indonesia dan mata pelajaran Bahasa Indonesia pun terdapat dari tingkat dasar hingga sekolah atas.
Adapun untuk Bahasa Aceh sangat sedikit disinggung dan bahkan terkadang pelajaran Bahasa Aceh merupakan mata pelajaran muatan lokal atau istilahnya mata pelajaran tambahan. Biasanya hanya terdapat di sekolah dasar saja, sedangkan untuk sekolah lanjutan berikutnya mata pelajaran Bahasa Aceh tidak ada lagi.
Seiring berjalannya waktu, tampaknya minat masyarakat Aceh dalam menggunakan bahasa Aceh semakin berkurang. Perhatiannya pun untuk memelihara bahasa Aceh juga berkurang. Bahkan ketika ada orang yang berbicara bahasa Aceh dengan logat asli Aceh, atau yang disebut dengan meukeulidoe malah menjadi bahan tertawaan.
Akibatnya banyak yang malu untuk menampakkan keaslian Acehnya sehingga muncullah Aceh jadi-jadian, yaitu orang yang bisa bahasa Aceh, tapi logatnya telah diubah menjadi logat bahasa Indonesia.
Lebih jelasnya lagi terlihat pada masyarakat di perkotaan, bahkan sekarang lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan bahasa Aceh. Para orang tua pun tidak lagi mengajarkan bahasa Aceh kepada anak-anak mereka sehingga anak-anak Aceh merasa asing dengan bahasa mereka sendiri.
Apa jadinya Aceh ini ke depan? Lama-kelamaan bahasa Aceh hanya tinggal nama dan tidak ada yang tahu bagaimana bahasa Aceh itu sebenarnya.
Kita sebagai masyarakat Aceh harusnya berbangga hati dengan bahasa yang kita punya karena bahasa Aceh adalah suatu yang unik. Kita memang tinggal di negara Indonesia, tetapi mempunyai budaya dan ciri khas tersendiri. Keberagaman inilah yang membuat kita terlihat semakin unik.
Semoga dengan tulisan ini, kita bisa menyadari betapa pentingnya menjaga bahasa karena dengan bahasalah kita mengetahui identitas suatu bangsa. Penulis berharap kita masyarakat Aceh tidak malu lagi menggunakan bahasa Aceh dan yang belum bisa bahasa Aceh agar segera belajar, termasuk saya sendiri yang sedang belajar berbahasa Aceh.
Oleh :
YELLI SUSTARINA Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
No comments:
Post a Comment