Tuesday, July 5, 2011

Paradigma Tajdid Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam Modernis-Reformis

Ketika Muhammadiyah berdiri tahun l912, seluruh dunia Muslim masih berada di bawah penjajahan. Belum banyak yang merdeka secara politis dari cengkeraman imperalisme dan kolonialisme Barat. Di tengah-tengah kesulitan seperti itu Muhammadiyah berdiri dengan membawa optimisme baru. Kata-kata atau slogan “Islam yang berkemajoean” amat didengung-dengungkan saat itu. Mungkin belum disebut Islam “modern” atau ”reformis” seperti yang dinisbahkan dan disematkan orang dan para pengamat pada paroh kedua abad ke-20. Namun dalam perjalanan waktu selanjutnya, identitas gerakan Muhammadiyah tidak dapat dilepaskan dari arti penting dari Dakwah dan Tajdid. Kata kunci Dakwah terkait dengan mengemban dan mengamalkan Risalah Islam, mengajak ke kebaikan (al-Khair) dan melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Sedangkan sistem tata kelolanya, usaha dakwah dalam artian luas tersebut memerlukan Tajdid, baik yang bersifat pemurnian maupun pembaharuan (Haidar Nashir, 2006: 54).
Prestasi yang diukir selama satu abad (l912-2012) cukup mewarnai derap langkah sejarah umat Islam di Indonesia. Berbagai tantangan dan dinamika perjoangan telah dilalui dengan selamat baik pada era kolonialisme, era awal kemerdekaan, era orde lama, orde baru dan era reformasi. Semuanya menoreh pengalaman yang amat berharga untuk kematangan sepak terjang organisasi. Banyak organisasi keagamaan di Mesir atau di Pakistan yang mengalami nasib yang pahit ketika berhubungan dan berhadapan dengan negara. Muhammadiyah tidak mengalami nasib seperti itu. Mungkin karena pilihan Muhammadiyah–-sebagai organisasi—yang menekuni bidang Pendidikan yang kemudian menjadikannya sedikit aman dari godaan-godaan politik praktis.
Meskipun perlu dicatat, bahwa setelah reformasi bergulir, maka peran tokoh Muhammadiyah di masyarakat pun ikut berubah sesuai dengan tantangan dan tuntutan baru yang dihadapinya.
Bagaimana menatap 100 tahun ke depan? Apakah Muhammadiyah akan mengulang sejarah kesuksesan 100 tahun silam? Jangan-jangan hadis Nabi yang sudah menjadi adagium dan sering disebut dan dikutip oleh para tokoh dan da’i-da’iyah Muhammadiyah bahwa “’ala kulli ra’si kulli mi’ah sanah mujaddidun” (Setiap melintasi seratus tahun usia jaman, akan datang seorang pembaharu) akan juga harus berlaku bagi Muhammadiyah? Atau tidak berlaku? Jika diandaikan berlaku dalam Muhammadiyah lalu seperti apa coraknya? Bagaimana mengantisipasinya? Apa implikasinya dalam konteks pendidikan Kemuhammadiyahan dan Keislaman di sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah? Jika diandaikan tidak ada, apakah jaman dan situasi dunia memang tidak berkembang dan berubah lewat hukum dinamika sejarahnya sendiri? Tulisan singkat ini mau berandai-andai—jika saja memang ada perubahan dinamika sejarah dunia—lalu bagaimana Strategi Dakwah dan Tajdid Muhammadiyah menghadapinya dalam menapaki usianya yang seratus tahun kedua? Namanya juga berandai-andai, maka bisa jadi bisa tidak. Kalau tidak ada perubahan, maka corak dan strategi gerakan mungkin akan tetap dilestarikan seperti ini adanya (al-Muhafadzah ‘ala al-qadim al-salih). Tapi jika perubahan itu benar-benar ada, baik cepat maupun lambat, maka strategi baru apa yang akan dan perlu disiapkan oleh Muhammadiyah (al-Akhdzu bi al-jadid al-aslah), sebagai organisasi yang hidup dan kaya pengalaman melewati dan melintasi kurun-kurun waktu sulit?
Adalah sangat berbeda tingkat kompleksitasnya membayangkan Muhammadiyah dengan hanya sedikit jumlah anggota dan simpatisannya dan membayangkan Muhammadiyah dengan banyak anggota dan simpatisannya. Juga demikian halnya, terdapat perbedaan tingkat kompleksitas yang dihadapi Muhammadiyah pada era pra dan paska Reformasi sekarang ini, khususnya dalam kaitannya dengan kehidupan politik di tanah air. Setidaknya, ada dua atau tiga isu penting yang dihadapi oleh umat Islam dalam era abad ke-21, bersamaan waktunya ketika Muhammadiyah memasuki abad kedua usianya.
Globalisasi mendorong munculnya genre baru keummatan dari golongan Minoritas Muslim di berbagai negara mayoritas Kristen baik di Amerika, Eropa maupun Australia. Kedua, Peradaban Barat yang masih terus leading dalam memimpin dunia dalam berbagai sektor kehidupan. Ketiga, Gerakan Dakwah dan Tajdid bertemu muka dan berhadap-hadapan dengan gerakan Dakwah dan Jihad. Ketiga isu besar ini saling berkait kelindang.
Menurut hemat penulis, sepuluh, dua puluh, lima puluh dan seratus tahun ke depan sejarah peradaban dan umat beragama, termasuk di dalamnya Muhammadiyah, akan ditentukan oleh corak paradigma, model, dan strategi merespon ketiga isu kontemporer ini. Tidak bisa tidak.
Maka pertanyaannya adalah seperti pertanyaan yang dilontarkan oleh Tariq bin Ziyad mengawali era ”globalisasi” sejarah Islam abad pertengahan, ”Aina al-mafarr? Al-Bahru waraakum wa al-aduwwu amamakum”. (Ke mana kita akan lari menghindar dari persoalan yang nyata-nyata kita hadapi? Hamparan laut luas ada di belakang kita, sedang musuh dengan berbagai keahliannya ada di hadapan kita?) Begitu pertanyaan dan sekaligus motivasi dan semangat yang ditanamkan oleh Tariq bin Ziyad puluhan abad yang silam ketika hendak meninggalkan selat Gibraltar, selat yang ada di antara ujung utara benua Afrika dan ujung selatan benua Eropa, dan masuk ke daratan Spanyol sekarang. Daratan yang sama sekali asing dan baru bagi Tariq bin Ziyad dan teman-temannya saat itu.

Muhammadiyah sebagai gerakan Dakwah dan Tajdid : Tantangan agenda ke depan
Tantangan yang dihadapi Muhammadiyah pada abad pertama usianya pasti berbeda dari abad kedua usianya, meskipun kontinuitasnya antara keduanya tetap ada. Untuk itu, Paradigma, Model, dan Strategi Tajdidnya juga harus disesuaikan dengan perkembangan terbaru discourse keislaman baik dalam teori maupun praktek. Muhammadiyah harus melakukan upaya pembaharuan from within, yang meliputi strategi pembaharuan gerakan pendidikan yang selama ini digelutinya, mengenal dengan baik dan mendalam metode dan pendekatan kontemporer terhadap studi Islam dan Keislaman era klasik dan lebih-lebih era kontemporer, mendekatkan dan mendialogkan Islamic Studies dan Religious Studies, bersikap inklusif terhadap perkembangan pengalaman dan keilmuan generasi mudanya, terbuka, mengenalkan dialog antar budaya dan agama di akar rumput, memahami Cross-cultural Values dan multikulturalitas, dalam bingkai fikih NKRI, dan begitu seterusnya. Tanpa menempuh langkah-langkah tersebut, gerakan pembaharuan Islam menuju ke arah terwujudnya Masyarakat dan Peradaban Utama di tanah air ini, tentu akan mengalami kesulitan bernapas dan kekurangan oksigen untuk menghirup dan merespon isu-isu sosial-keagamaan global dan isu-isu peradaban Islam kontemporer.
Untuk konteks keindonesiaan, Ikon perjoangan meraih “Islam yang berkemajoean” sepertinya tetap menarik untuk diperbincangkan dan didiskusikan sepanjang masa. Dengan begitu kontinuitas dan kesinambungan perjoangan antara generasi abad pertama dan generasi penerus abad kedua masih terpelihara, sebagaimana dicanangkan dan dipesankan oleh founding fathers Muhammadiyah terdahulu.

Moto Guzzi 1200 Sport Corsa Edition


Moto Guzzi 1200 Sport Corsa Edition has launched new Moto Guzzi 1200 Sport Corsa Edition, which is available in a special edition red, white and gold ‘Corsa’ paint scheme. The Moto Guzzi 1200 Sport Corsa Edition starts price at at £9,378 OTR and features a two-tone red & white paint job, complemented by gold detailing and a two-tone saddle.

The Moto Guzzi 1200 Sport Corsa Edition is powered by 1,151cc Four-stroke V 90 twin that develops 105 hp at 7,000 rpm and 77 lb.ft. (105Nm) of torque. This Special edition is equipped with Marzocchi Suspensions, Lightweight Marchesini 3-spoke wheels, stainless steel two-into-one 3-way catalysed with Lambda probe exhaust and Brembo Braking Sytem (320mm discs with 4-piston radial calipers at the front and a single 298mm disc at the rear)

Tips Berkendara Di Jalanan Padat

Kawasan padat kendaraan dan penduduk perlu konsentrasi yang tinggi yang disertai dengan berbagai macam tanda lalu lintas, pejalan kaki, sepeda dan kendaraan serba guna serta truk. Lebih waspada dan berhati-hatilah. Perhatikan keadaan di depan, samping kiri-kanan dan di belakang kendaraan anda. Disamping menggunakan kaca spion, perhatikan juga keadaan samping kiri-kanan

Perhatikan titik2 yang sulit terlihat, sekalipun anda sudah melakukan pengecekan lewat kaca spion. Baik saat berpindah jalur atau mundur, perhatikanlah kondisi sekitar anda dari mobil lain dan juga sepeda motor yang mungkin melintas.

Waspada pada persimpangan jalan.
Berikan perhatian khusus di setiap persimpangan. Perhatikan dengan baik kedaaan sekitar. Mengemudilah perlahan untuk menghindari pejalan kaki yang mungkin melintas.

Gunakan lampu signal dengan baik.
Selalu gunakan lampu signal dengan baik sebelum berbelok ataupun pindah jalur. Memaksa masuk jalur tanpa signal dapat memancing kemarahan pengemudi lain.

Bersikaplah dengan baik dan mampu bekerjasama.
Konsentrasilah di saat pengemudi lain melakukan kesalahan. Hal ini dapat membantu anda menghindari situasi yang lebih buruk.

H. Zainuddin Muhammad Zein Telah Meninggal Dunia

Kiai Haji Zainuddin Muhammad Zein atau Zainuddin MZ meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Pusat, Selasa (5/7). Kiai yang dikenal dengan sebutan Dai Sejuta Umat itu meninggal pada usia 60 tahun karena sakit.

Informasi lain menyebutkan Zainuddin terkena serangan jantung dan gula darah. Ia meninggal dalam perjalanan ke RSPP.

Kabar meninggalnya Zainuddin pertama kali diterima Metrotvnews.com dari Djafar Bedjeber, teman almarhum, beberapa saat setelah Zainuddin meninggal sekitar pukul 10.00 WIB.


Almarhum meninggalkan satu orang istri (Kholilah), dan empat orang anak (Fikri Haikal MZ, Luthfi MZ, Kiki MZ, dan Zaki MZ). Sejauh ini dikabarkan jenazah Zainuddin MZ sudah dibawa ke rumah duka di Jalan Gandaria I, Gang Haji Aom, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sejumlah kerabat dan rekan almarhum serta para ulama juga pejabat negara mulai berdatangan ke rumah duka.

Zainuddin lahir di Jakarta, 2 Maret 1951 itu. Ia pernah menjabat sebagai ketua umum Partai Bintang Reformasi, sebelum digantikan Bursah Zarnubi. Zainuddin banyak disukai umat karena mampu mengomunikasikan ajaran agama dengan gaya tutur yang luwes, sederhana, dan dibumbui humor segar. Tak heran, sejak tahun 90-an, setiap dakwah Zainuddin, selalu dipenuhi umat muslim.(DSY

Sumber Sehat : METRO TV NEWS